Rabu, 20 Juni 2012

terjemahan jurnal bahasa inggris diana


Asan, A. (2007). Konsep Pemetaan di Kelas Ilmu: Sebuah Studi Kasus dari siswa kelas lima. Pendidikan Teknologi & Masyarakat, 10
(1), 186-195.
KONSEP PEMETAAN DI KELAS ILMU: SEBUAH STUDI KASUS DARI SISWA KELAS LIMA
Askin Asan
Departemen Teknologi Instruksional dan Pembelajaran, Sultan Qaboos University, Kesultanan Oman
Telp: 968 954 12.802
askin@squ.edu.om

ABSTRAK
Tujuan dari proyek penelitian ini adalah untuk menentukan dampak dari menggabungkan pemetaan konsep pada pencapaian siswa kelas lima di kelas sains. Penelitian dilakukan dengan dua puluh tiga siswa di Ata Sekolah Dasar di Trabzon, Turki. Para siswa diuji dengan guru-dibangun pra dan pasca tes
berisi 20 pertanyaan pilihan ganda. Siswa dalam kelompok eksperimen dan kontrol terkena teknik pengajaran yang sama yang meliputi unit pada panas dan suhu. Mereka diberi pretest sama setelah awal pelajaran. Namun, setelah pretest, kelompok kontrol diberi Tinjauan lisan tradisional material dan kelompok eksperimen terkena review dengan menggunakan Inspirasi, yang berbasis komputer konsep pemetaan alat. Setelah ulasan ini, siswa pada kedua kelompok diberi posttest. Nilai tes adalah dianalisis untuk setiap perbedaan statistik yang signifikan dalam skor pada tes. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemetaan konsep memiliki dampak yang nyata pada prestasi siswa di kelas sains.

Kata kunci
Komputer berbasis konsep pemetaan, pemetaan Konsep, Inspirasi, Ilmu pendidikan

pengenalan
Peta konsep adalah representasi spasial dari konsep dan antar hubungan mereka yang dimaksudkan untuk mewakili pengetahuan struktur yang manusia simpan dalam pikiran mereka (Jonassen, Beissner, & Yacci, 1993). Joseph D. Novak dari
Cornell University dianggap sebagai orang yang, pada tahun 1960, mulai yang sistematis, penggunaan pemetaan konsep untuk belajar (Novak, 1993). Karyanya didasarkan pada dua ide penting di (1968) teori asimilasi Ausubel dari
kognitif belajar:
1.    pembelajaran Paling baru terjadi melalui subsumption derivatif dan korelatif makna konsep baru di bawah ada konsep atau kerangka kerja proposisional. Belajar yang bermakna melibatkan reorganisasi yang ada keyakinan atau integrasi informasi baru dengan informasi yang ada.
2.    Kognitif struktur diatur secara hirarki, dengan konsep baru atau arti konsep yang dimasukkan di bawah lebih luas, lebih inklusif konsep.
Kerangka teoritis yang mendukung penggunaan pemetaan konsep konsisten dengan epistemologi konstruktivisme dan kognitif psikologi. Konstruktivisme adalah pengaruh utama dalam pendidikan sains saat ini.

Konsep pemetaan adalah suatu metode untuk memvisualisasikan struktur pengetahuan. Karena pengetahuan diekspresikan dalam peta adalah sebagian besar semantik, peta konsep kadang-kadang disebut jaringan semantik. Seringkali hal ini diklaim bahwa konsep pemetaan beruang kesamaan dengan struktur memori jangka panjang. Alih-alih menjelaskan semua konsep dan hubungan mereka dalam teks, satu dapat memilih untuk menggambar peta yang menunjukkan konsep-konsep dan hubungan dalam grafik atau jaringan. Representasi visual memiliki beberapa keunggulan. Simbol visual yang cepat dan mudah dikenali, dan ini dapat ditunjukkan dengan mempertimbangkan jumlah besar logo, peta, panah, tanda-tanda jalan, dan ikon yang kebanyakan dari kita dapat mengingat dengan sedikit usaha. visual representasi juga memungkinkan pengembangan pemahaman holistik bahwa kata-kata saja tidak bisa menyampaikan, karena bentuk grafik memungkinkan representasi bagian dan kesatuan dengan yang tidak tersedia dalam struktur berurutan teks (Lawson, 1994).
Cara tradisional peta konsep membangun menggunakan kertas dan pensil. Dengan perkembangan pesat Informasi dan Komunikasi (TIK), sejumlah bantuan komputer sistem konsep pemetaan telah diusulkan (Fisher, 1990). Konsep pemetaan adalah alat berbasis komputer, visualisasi alat untuk mengembangkan representasi jaringan semantik dalam memori. Penting untuk alat pemetaan konsep adalah kemampuan mereka untuk memperoleh tingkat yang tepat
kompleksitas dan detail dalam eksplorasi siswa (Kommers, 1995). Program seperti SemNet, Alat Belajar, Inspriation, Mapper Pikiran, dan banyak lainnya, memungkinkan peserta didik untuk saling berhubungan ide-ide yang mereka pelajari di multidimensi jaringan konsep, untuk label hubungan antara konsep-konsep, dan untuk menggambarkan sifat hubungan antara semua ide dalam jaringan.
Dalam pendidikan ilmu pengetahuan, pemetaan konsep telah banyak direkomendasikan dan digunakan dalam berbagai cara. Telah digunakan
untuk membantu guru dan siswa untuk membangun basis pengetahuan yang terorganisir dalam disiplin tertentu (Pankratius, 1990) atau pada diberikan topik (Kopec, Kayu & Brody, 1990). Telah digunakan untuk memfasilitasi siswa tingkat menengah (keenam, ketujuh, dan kelas delapan) belajar dari isi ilmu pengetahuan (Guastello et al, 2000;. Hawk, 1986; Ritchie & Volkl, 2000; Simmons et al, 1988;. Willerman & Mac Harg, 1991; Sungur et al, 2001;. Duru dan Gurdal 2002).
Temuan dari studi ini menunjukkan bahwa pemetaan konsep adalah alat yang efektif untuk membantu pemahaman siswa dan retensi ilmu material. Selain itu, siswa menggunakan peta konsep dinilai lebih tinggi pada posttests dari siswa menerima lebih tradisional jenis instruksi. Selanjutnya, pemetaan konsep telah digunakan untuk menilai apa pelajar tahu (Wandersee, 1987), dan untuk mengungkapkan proses berpikir yang unik (Cohen, 1987). Pengembangan kurikulum ilmu (Starr & Krajcik, 1990) dan evaluasi kegiatan instruksional untuk mempromosikan pemahaman konseptual (Kinnear, Gleeson & Comerford, 1985) adalah beberapa aplikasi lain pemetaan konsep. Selain itu, konsep pemetaan telah digunakan untuk mempromosikan positif konsep diri, sikap positif terhadap ilmu pengetahuan (Novak & Gowin, 1984) dan meningkatkan tanggung jawab untuk belajar (Gurley, 1982).
Juga manfaat dari alat pemetaan konsep di bidang isi beberapa (ilmu sosial, matematika, Spanyol sebagai kedua bahasa, kosa kata, membaca, dan menulis), tingkatan kelas ganda (pertama melalui SMA), dan populasi mahasiswa yang berbeda (siswa pendidikan reguler dan siswa dengan ketidakmampuan belajar) telah diverifikasi di berikut beberapa studi eksperimental.
Konsep alat pemetaan memungkinkan siswa untuk menyesuaikan peta dengan cara yang tidak mungkin menggunakan kertas dan pensil. Anderson-Inman dan Zeith (1993) membandingkan penggunaan Inspirasi pemetaan konsep program dengan dan pencil kertas pendekatan dan menemukan bahwa menggunakan program ini mendorong revisi terhadap peta konsep karena penghapusan, penambahan, dan perubahan yang dilakukan dengan cepat dan mudah. Terutama muda mahasiswa yang masih berjuang dengan tulisan tangan keterampilan sangat merasakan manfaat dari alat pemetaan konsep.
Empat studi (Alvermann & Boothby, 1983; Alvermann & Boothby, 1986; Armbruster dkk, 1991;.. Griffin et al, 1995) dalam bidang studi sosial yang digunakan alat pemetaan konsep untuk membantu siswa mengatur informasi dari ekspositori teks bacaan dan memahami isi daerah. Keempat penelitian dilakukan dengan baik keempat-atau kelas lima siswa. Temuan dari studi ini menyimpulkan bahwa konsep alat pemetaan membantu siswa memilih, mengatur, dan mengingat informasi yang relevan, yang diukur dengan posttests. Siswa juga mampu mentransfer keterampilan berpikir dan belajar terhadap situasi baru dan konten.
Satu studi eksperimental (Braselton & Decker, 1994) dengan kelas enam siswa matematika menemukan pemetaan konsep alat untuk menguntungkan dalam peningkatan pemecahan masalah siswa keterampilan. Studi lain (DeWispelaere &
Kossack, 1996) di sebuah sekolah tinggi dan SMP Spanyol sebagai kelas bahasa kedua menemukan bahwa alat pemetaan konsep siswa diperbaiki 'yang lebih tinggi keterampilan berpikir tingkat yang diukur dengan kinerja pada bab kuis, tes, dan mahasiswa proyek.
Tiga penelitian (Bos & Anders, 1992; Ritchie & Volkl, 2000;. Griffin et al, 1995) meneliti efek grafis penyelenggara pada retensi dan ingat. Temuan keseluruhan dari tiga studi menunjukkan bahwa grafik organizer adalah membantu metode untuk meningkatkan retensi siswa dan penarikan kembali informasi bagi siswa SD dan SMP dengan ketidakmampuan belajar, serta siswa SD atas (kelas lima dan enam). Tindak lanjut tes pada berbagai interval instruksi berikut menemukan bahwa siswa mempertahankan informasi yang mereka pelajari melalui penyelenggara grafis. Dalam sebuah penelitian, penyelenggara grafis juga ditemukan untuk membantu siswa retensi transfer dan keterampilan ingat dengan situasi baru (Griffin etal, 1995.).
Penelitian di atas disebut-semakin mendukung gagasan bahwa penggunaan alat-alat pemetaan konsep dapat memperpanjang dan memperkaya pembelajaran siswa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara yang penting dan unik. Mulai dari 2005-2006 tahun akademik, panjang total dari pendidikan dasar dikombinasikan dengan pendidikan sekolah menengah telah meningkat 11-12 tahun di Turki. Hal ini dilakukan untuk memenuhi bab pendidikan anggota Uni Eropa proses negosiasi yang dimulai pada tanggal 3 November 2005. Dalam proses baru, Departemen Pendidikan Nasional Turki yang mewajibkan sekolah untuk menerapkan ilmu yang baru dikembangkan dan kurikulum teknologi. menurut ini kurikulum baru setiap siswa harus mengembangkan pengetahuan mendalam tentang konsep-konsep ilmu dasar, yang mereka dapat berlaku dalam berbagai situasi. Para siswa juga harus mengembangkan berbasis luas keterampilan yang sangat penting bagi efektif berfungsi dalam dunia kerja: mereka harus belajar untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah dan untuk menelusuri dan menguji solusi dalam berbagai konteks. Ini basis yang kuat konseptual dan keterampilan ini penting berada di jantung dari baru dikembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kurikulum dan harus menjadi fokus pengajaran dan pembelajaran di kelas.
Dalam terang sebelum pengenalan pada pemetaan konsep, kita dapat menyimpulkan bahwa, dalam dunia ilmu pengetahuan, konsep sangat saling terkait, dan banyak konsep yang dibangun pada banyak orang lain, dan karena itu pemetaan konsep akan sangat berguna di kelas ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar. Hal ini juga diketahui bahwa konsep alat pemetaan telah banyak direkomendasikan dan digunakan dalam berbagai cara dalam pendidikan ilmu pengetahuan di negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, atau Jepang. Tapi masih metode baru dan tidak diadaptasi oleh guru sains di Turki. Alasannya bisa menjadi masalah dalam mengembangkan peta konsep gaya Novak di Turki disebabkan oleh perbedaan linguistik antara Turki dan Inggris.
Tapi beradaptasi peta konsep untuk Turki adalah mungkin (Bagci Kilic, 2003). Laporan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek menggabungkan pemetaan konsep terhadap prestasi dan sikap siswa kelas lima di kelas sains. hal ini Diharapkan hasil penelitian ini akan mendorong guru sains untuk memasukkan mereka ke dalam peta konsep mengajar dan akan membantu mereka untuk mengadopsi teknik baru untuk mengevaluasi peta konsep. Temuan penelitian ini akan membantu guru sains dengan mengembangkan keterampilan baru untuk menerapkan ilmu yang baru dikembangkan dan kurikulum teknologi di Turki.

Hipotesis
Hal ini diduga bahwa akan ada perbedaan yang signifikan antara siswa kelas 5 yang terkena untuk pemetaan konsep dengan menggunakan program Inspirasi selain praktek pengajaran biasa sebagai lawan dari mereka yang tidak terkena alat pemetaan konsep terhadap prestasi akademik. Hal ini juga hipotesis bahwa konsep
pemetaan sebagai alat instruksional memiliki efek positif pada sikap siswa.

Metodologi
Desain Penelitian
Titik proyek penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari penggunaan Inspirasi Program konsep pemetaan pada prestasi siswa siswa kelas lima. Sebuah Desain Kontrol Nonequivalent Grup digunakan. independen variabel adalah penggabungan dari program Inspirasi konsep pemetaan ke dalam instruksi.

Variabel Dependen
penelitian ini adalah tingkat prestasi siswa pada postes tersebut; yang ditentukan dengan tes buatan guru.
contoh
Peserta dalam penelitian ini adalah 23 kelas lima siswa yang terdaftar di kelas sains selama musim semi 2005 di Ata Sekolah Dasar di Trabzon, TURKI. Dari siswa yang berpartisipasi, 51% adalah perempuan dan 49% adalah laki-laki.
instrumentasi Tiga instrumen yang digunakan dalam penelitian ini: 1) Pilihan Uji Multi, 2) Konsep Peta Rubrik Penilaian, dan 3) Mahasiswa Pertanyaan Wawancara.
1) Pilihan Ganda Tes: Pemahaman konsep dalam Panas dan Suhu yang tercakup dalam unit ini diukur dengan seorang guru yang dibangun kertas dan tes pensil. Dalam merancang tes pilihan ganda, guru, melalui konsultasi dengan
peneliti, pertama meninjau semua informasi terkait: tujuan instruksional, guru kelas catatan, rencana pelajaran, dan panduan belajar diberikan kepada siswa. Berdasarkan informasi dan pengetahuan guru tentang apa yang harus benar-benar
terjadi di kelas, tabel spesifikasi dibangun (Linn dan Gronlund, 1995). Menggunakan tabel ini, guru wrote item tes semua yang berhubungan dengan daftar konsep yang akan digunakan oleh siswa dalam proses konsep peta persiapan. tes yang terdiri dari 20 pertanyaan pilihan ganda. Pertanyaan-pertanyaan bernilai lima poin masing-masing dan tes dinilai berdasarkan
skala 100-poin. Reliabilitas dan validitas didirikan sebelum awal penelitian dengan prosedur berikut
pre- dan post test yang diberikan kepada lima guru yang memiliki minimal lima tahun pengalaman mengajar di bidang sains. ini guru dievaluasi tes pilihan ganda untuk memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang selaras dengan substansi dan tingkat. Para guru sains juga mengevaluasi instrumen untuk dibaca. Pertanyaan-pertanyaan pada tes pra-dan post-test adalah serupa.
Gambar 1. Konsep peta mewakili panas dan unit suhu

2) Konsep
Peta Rubrik Skor: Bersamaan dengan perkembangan pilihan ganda, daftar konsep-konsep dikembangkan untuk siswa untuk digunakan pada peta konsep mereka. 22 konsep diidentifikasi. Untuk setiap konsep, nilai positif (+1) Diberikan jika konsep batang dikaitkan secara akurat dengan jawaban yang benar, dan skor (-1) mencatat jika menghubungkan kesalahan dibuat. Jika salah satu konsep yang hilang dari peta, sebuah 0 skor ditunjukkan. Untuk mendapatkan nilai +1, siswa harus memiliki semua batang konsep penting terkait untuk menjawab konsep suatu tempat di peta mereka.
3) Siswa Wawancara Pertanyaan: Data Afektif dikumpulkan dengan mewawancarai semua siswa dalam kelompok eksperimen sekitar 3 minggu setelah akhir penelitian. Satu pertanyaan terbuka digunakan untuk menilai reaksi siswa untuk proses pemetaan konsep. Siswa diminta untuk menggambarkan perasaan mereka saat menggambar peta konsep dalam ilmu kelas. Komentar negatif dan positif dianalisis.

Prosedur
Penelitian ini dilakukan selama periode lima hari selama kelas yang memenuhi selama sembilan puluh menit setiap hari. Sebanyak 23 siswa secara acak dibagi menjadi dua kelompok: kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok adalah ditutupi bahan yang sama yang dituangkan dalam buku teks kelas, tentang bab yang mencakup panas dan suhu. Guru memperkenalkan bab dan tujuan untuk belajar dengan kelompok kontrol, sedangkan sisa minggu ini berjalan sebagai berikut: 1 sampai 3 hari termasuk kuliah, transparansi overhead, dan lembar kerja unit. hari 4 termasuk 60-menit pre-test diikuti dengan kajian oral materi minggu. Tinjauan oral juga termasuk tanya jawab sesi dan diskusi tentang konsep penting yang diidentifikasi oleh siswa. Pada hari 5 siswa menyelesaikan postes 60-menit. Pada kelompok eksperimen siswa terkena pelajaran singkat di lab komputer pada pemetaan konsep dan prosedur yang tepat untuk menciptakan peta konsep dengan menggunakan program Inspirasi. segera setelah itu para siswa ditempatkan dalam kelompok tiga dan diberi aktivitas pendek di lab komputer untuk menentukan apakah mereka memahami proses pemetaan konsep. Setelah ini selesai guru memperkenalkan bab dan tujuan untuk belajar kelompok eksperimen; sisa minggu itu berlangsung sebagai berikut: hari 1 sampai 3
termasuk kuliah, transparansi overhead, dan lembar kerja unit. Hari 4 termasuk 60-menit pre-test. konsep proses pemetaan dimulai dengan sesi diskusi. Sebuah daftar singkat dari 22 konsep diproduksi selama diskusi kelas. Setelah itu, siswa bekerja secara individual untuk menggambar peta konsep-konsep ini di layar komputer dengan menggunakan Inspirasi program. Gambar 1 menunjukkan contoh peta konsep yang dihasilkan oleh salah satu siswa dalam percobaan
kelompok. Peta-peta yang dinilai untuk tujuan penilaian kelas reguler berdasarkan jumlah hubungan yang benar antara dua istilah atau konsep melalui arah panah pada label yang tepat telah ditempatkan. Pada hari ke 5, siswa menyelesaikan postes 60-menit. Semua kegiatan dan materi adalah sama untuk setiap kelompok dengan pengecualian penggunaan alat Inspirasi konsep pemetaan dengan kelompok eksperimental.

Temuan
Pra-posttest hasil
Seperti yang dilihat dari Tabel 1, hasil pre dan post test untuk siswa kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak ada statistik signifikan perbedaan antara dua kelompok di tingkat alpha 0,05.
Tabel 2 menggambarkan analisis statistik hasil pre dan post test bagi siswa kelompok eksperimen. Pada akhir dari studi, kelompok eksperimen dilakukan secara statistik signifikan pada tingkat alpha 0,05. para eksperimental kelompok mencapai skor rata-rata lebih tinggi pada postes. Hasil uji t menunjukkan bahwa perbaikan skor dari pretest posttest untuk itu signifikan (t = -5.598 p <0,05).



Mahasiswa Konsep Peta Skor
13 peta konsep diperiksa dan nilai siswa dicatat dengan menggunakan rubrik penilaian. Jika satu atau lebih dari konsep yang hilang dari peta, skor 0 diberikan. Untuk mendapatkan nilai selain 0 dalam kategori ini, siswa harus memiliki semua batang penting dan konsep jawaban di suatu tempat di peta mereka. Nilai positif (+1) diberikan jika konsep batang dikaitkan secara akurat dengan jawaban yang benar, dan skor negatif (-1) dicatat jika kesalahan adalah menghubungkan dibuat. Hasil penilaian untuk peta tiga belas mahasiswa dilaporkan pada Tabel 3.










Hubungan antara Skor Peta Konsep dan Skor Pilihan Ganda
Pada unit uji, dua sub kelompok dari soal multiple choice diidentifikasi: peta terkait, atau item-item dibangun dari beberapa konsep pada daftar konsep; dan item lainnya atau mereka yang tidak dapat dikaitkan sebagai sepenuhnya ke daftar konsep. 8 peta yang berhubungan dengan soal multiple choice tes diidentifikasi. Rubrik scoring digunakan untuk delapan item. mahasiswa konsep nilai peta yang berkorelasi dengan skor diidentifikasi sebagai peta yang berhubungan (beberapa pertanyaan pilihan yang bisa juga dijawab pada peta). Seperti dilihat dari Tabel 4 korelasi antara skor peta dan nilai pada peta yang berhubungan dengan pilihan ganda pada tes unit bervariasi 0,4-0,7. Korelasi umumnya tinggi. itu kekuatan hubungan antara skor peta konsep dan pilihan ganda skor memberikan bukti kuat untuk validitas isi dari nilai konsep peta. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa sedang melakukan cukup sama pada item peta konsep dan item pilihan ganda yang dirancang untuk mengukur isi yang serupa. Dapat disimpulkan bahwa konsep peta adalah nilai indikator pengetahuan siswa tentang konten, yang telah ditekankan selama instruksi.







Konsep pemetaan pada umumnya dirasakan secara positif oleh mahasiswa dalam studi. Siswa umumnya (% 54) ditemukan peta konsep sangat membantu untuk mengatur ide. Menurut siswa, menggunakan Inspirasi membantu mereka
untuk memahami materi. Misalnya S6 menunjukkan bahwa menggunakan Inspirasi memberinya kesempatan untuk berkembang lebih baik pemahaman tentang topik dan melihat bagaimana konsep ini dan / atau terhubung. S4 menunjukkan bahwa sebagai hasil dari membuat hubungan antara konsep, mereka mulai benar-benar memahami dan mencari keterkaitan antara konsep-konsep yang
menciptakan makna baru bagi mereka. S11 dijelaskan bahwa menemukan koneksi adalah cara mengecek nya pemahaman tentang materi baru. 61% dari siswa menunjukkan bahwa bekerja dengan Inspirasi itu menyenangkan dan menyenangkan pengalaman. Menurut mahasiswa, kemudahan dan fleksibilitas Inspirasi membuat belajar yang menyenangkan. sebagai S9 melaporkan "Saya menikmati mencoba untuk mendapatkan konsep masing-masing dan membuat mereka berhubungan". Siswa juga menikmati menciptakan visual representasi dari konsep. Sebagian besar peserta (61%) menyatakan bahwa belajar menggunakan Inspirasi dan menghubungkan konsep-konsep yang terkait adalah proses yang mudah. Hanya satu siswa mengungkapkan kesulitan dalam peta berkembang. S2
menunjukkan bahwa pemetaan sebagai strategi belajar terlalu menuntut dan memakan waktu terlalu banyak. Juga S12 melaporkan bahwa pemetaan adalah sulit tetapi sangat membantu pada saat yang sama.

Kesimpulan
Studi ini memberikan wawasan tambahan ke dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam pemetaan konsep dan pengaruhnya terhadap belajar. Temuan menunjukkan bahwa pemetaan konsep memiliki dampak yang nyata terhadap prestasi siswa dan sikap siswa Selanjutnya, meskipun hasil hasil pembelajaran adalah mendorong, hasilnya tidak berarti konklusif, karena kelemahan metrik untuk penilaian sikap, dan studi longitudinal yang mengeksplorasi sikap mahasiswa terhadap penggunaan peta konsep akan sangat membantu untuk memahami pengetahuan mengembangkan konseptual siswa.
Studi ini memiliki implikasi terutama untuk guru sains di Turki di mana ilmu pengetahuan kurikulum sedang dipugar dan terutama didasarkan pada perolehan konsep. Menggunakan alat pemetaan konsep di kelas ilmu pengetahuan akan membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik konsep penting. Siswa dalam penelitian ini menunjukkan bahwa peta konsep membantu
mereka untuk memahami proses belajar timbal balik berkembang, menciptakan skema makna dan membangun basis pengetahuan. Setelah mereka mampu belajar dengan cara ini dan menjelaskan belajar mereka sendiri, mereka jauh lebih siap untuk berfungsi dalam kursus ilmu masa depan. Tantangan terbesar bagi guru sains berubah pengajaran pendekatan untuk menggabungkan apa yang kita ketahui tentang belajar yang efektif dan bermakna. Menggunakan peta konsep
mengharuskan bahwa para guru sains memiliki pemahaman yang baik dari pembelajaran konstruktivistik dan cara-cara yang memetakan mewakili pemikiran siswa. Akhirnya, untuk menggunakan pemetaan ilmu guru harus bersedia untuk mendorong pendekatan untuk belajar sebagai konstruksi yang berarti. Ini berarti bahwa fokus program bergeser dari pengajaran dan penyajian informasi untuk belajar dan menciptakan makna.
Penelitian ini dilakukan dengan jumlah siswa. Konsep pemetaan telah disetujui untuk menjadi efektif strategi pembelajaran dalam pendidikan ilmu pengetahuan di negara maju. Studi semacam itu akan telah dilakukan dalam mengembangkan
negara harus mencakup ukuran sampel yang lebih besar untuk menentukan cara yang paling efisien menggunakan pemetaan konsep alat untuk manfaat maksimal dan mengidentifikasi kemungkinan efek perbedaan gender dan bias budaya.
Konsep alat pemetaan menawarkan cara lain untuk menciptakan diperlukan "pikiran-on" lingkungan yang membedakan ilmu koheren instruksi dari serangkaian kegiatan yang terisolasi. Konsep pemetaan memerlukan pelajar untuk membuat upaya untuk memahami makna konsep, mengatur konsep hirarki dan membentuk hubungan yang berarti antara konsep untuk membentuk jaringan, koheren terintegrasi dari material pelajari. Melibatkan peserta didik dalam konstruktif seperti dan operasi kognitif transformatif selama belajar meningkatkan memori dan ingat untuk bahan belajar.
Menurut penelitian, siswa lebih mengingat informasi ketika itu diwakili dan belajar baik secara visual dan secara lisan. Konsep alat pemetaan didasarkan pada terbukti metodologi belajar visual yang membantu siswa berpikir, belajar
dan mencapai. Belajar Visual menyerap informasi dari ilustrasi, foto, diagram, grafik, simbol, ikon dan model visual lainnya. Dengan merepresentasikan informasi spasial dan dengan gambar, siswa dapat fokus dalam
makna dan mengenali dan mengelompokkan ide yang sama dengan mudah. Penggunaan pemetaan konsep sebagai sarana belajar harus
karena itu akan lebih banyak didorong.
Secara ringkas, studi ini menunjukkan bahwa peta konsep dapat secara efektif meningkatkan pembelajaran siswa dan dengan demikian, dapat ditambahkan ke dalam strategi mengajar guru ilmu pengetahuan. Peta-peta berkontribusi pada keberhasilan siswa, menumbuhkan jangka panjang berubah dalam berpikir, dan berkontribusi terhadap perubahan strategi belajar siswa. Peta-peta mendukung kedua konstruktivis mengajar dan belajar pendekatan dan mungkin memiliki penerapan yang lebih luas ke dunia kerja juga.

Pengakuan
Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Ata, Trabzon, Turki selama musim semi 2005. Pada hari ini, saya bekerja di Karadeniz Technical University. Saya ingin berterima kasih prinsip SD Ata, Mr R. Kural, untuk menawarkan saya lingkungan penelitian yang sempurna.

jurnal metakognisi dianan


Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Lesson Study Berbasis Metakognisi
125
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN
MELALUI LESSON STUDY BERBASIS METAKOGNISI
Akhsanul In am
Abstract
Teacher is themost important factor in teachinglearningprocessand is thehuman
factor that much influences the success of it. Improvingteachinglearningquality
depends on the professionalism, strategy and approach used by the teacher. The
objectiveof thispaper istodescribethequalityof strategyinimprovinglearningby
usinglesson studyandmetacognition. Lesson studyisdesignedtoempower teachers
professionalism by evaluating teaching process collaboratively and simultaneously
based on legality principal and mutual learningto empower learningcommunity.
Meanwhile, metacognition is the leaning how to learn so that the collaboration
strategy can be carried out by using three activities. The first is planningwhich
includes decidingobjectiveand analyzingassignment toget target knowledge. The
secondisimplementingteachinglearningprocesstoincreasestudentsself understanding
sothat it can motivatethemtounderstand thelesson and correlatetheknowledge
they have. The third is evaluatingwhich refers to the effort to improve student s
cognitive activity. It can help the students to improve their achievement by evaluating
their attitude in finishing their assignment.
PENDAHULUAN
Guru adalah faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar dan
unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Peningkatan
kualitas pembelajaran tergantung kepada profesionalisme guru, strategi dan
pendekatan yang digunakannya. Banyak pendekatan dan model pembelajaran
yang telah diuji cobakan dan dihasilkan dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran. Demikian juga kegiatan lesson study telah diujicobakan di
41 negara dan hasil yang diperoleh adalah dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran (Sumar, 2006), karena lesson study merupakan model pembinaan
profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan
berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk
membangun komunitas belajar.
Sedangkan metakognisi adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
mengedepankan penyadaran diri terhadap materi pelajaran apakah mengerti
Volume 12 Nomor 1 Januari - Juni 2009
126
ataukah belum terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari, sehingga
kolaborasi keduanya diperoleh suatu pelaksanaan pembelajaran yang terdiri
dari tiga tahap kegiatan. Pertama perencanaan yang meliputi penentuan tujuan,
analisis tugas untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai, kedua implementasi
pembelajaran denganmenyadarkan siswa terhadap apa yang dipelajari sehingga
dapat membantu siswa memahami pelajaran dan mengkaitkan dengan
pengetahuan yang dimiliki dan disinilah pendekatan metakognisi berperan dalam
pelaksanaan pembelajaran dan ketiga evaluasi adalah usaha untuk memperbaiki
aktivitas kognitif siswa, yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan
prestasi dengan cara mengawal dan melihat kembali perilakunya dalam
menyelesaikan tugas.
LESSON STUDY
Lesson study berasal dari kata jugyokenkyu (Jepang). Jugyo berarti lesson atau
pembelajaran dan kenkyu berarti study atau pengkajian, sehingga secara arti
kata bermakna kegiatan pengkajian terhadap suatu pembelajaran (Sumar, 2006).
Lesson Study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar, suatu
kegiatan pengembangan profesional guru yang memberi kesempatan guru
sejawat sebagai pengamat, sehinggamemungkinkan guru-guru dapat membagi
pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya.
Dikatakan juga sebagai suatu proses sistematik yang digunakan oleh guruguru
untuk menguji keefektifan pengajarannya sebagai usaha untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran (Garfield, 2006). Proses sistematik yang
dimaksud adalah kegiatan guru yang dilaksanakan secara kolaboratif untuk
mengembangkan rencana dan perangkat pembelajaran, melakukan pengamatan
untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran yang
dilaksanakan, perbaikan dan refleksi yang berkelanjutan sehingga diperoleh
suatu kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitasnya.
MANFAAT LESSON STUDY
Terdapat dua manfaat lesson study dalam pembelajaran. Pertama merupakan
suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan
guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena (a) dilakukan dan didasarkan
pada hasil sharing pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Lesson Study Berbasis Metakognisi
127
dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru, (b) tujuan utama dalam
pelaksanaan agar kualitas belajar siswa meningkat, (c) kompetensi yang
diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam
pembelajaran di kelas, (d) berdasarkan pengalaman real di kelas, dapat dijadikan
dasar untuk pengembangan pembelajaran, dan (e) menempatkan peran para
guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002). Kedua, kegiatan yang
dirancang dengan baik akan menjadikan guru menjadi profesional dan inovatif.
Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (a) menentukan kompetensi
yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang
efektif; (b) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa;
(c) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan guru; (d)
menentukan standar kompetensi yang akan dicapai siswa; (e) merencanakan
pelajaran secara kolaboratif; (f) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa;
(g) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan; dan
(h) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan
pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002).
META KOGNISI
Apabila seseorang sadar tentang apa yang dipikirkan maka akan diperoleh
kemudahan untuk memantau tindakan yang akan diambil. Untuk mencapai
kesadaran diperlukan suatu proses yang akan membantu meningkatkan
pembelajaran dengan cara membimbing seseorang itu berfikir, membantu
seseorang menentukan tingkah laku yang akan diambil apabila dia mencoba
memahami sesuatu keadaan, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.
Metakognisi ialah kebolehan untuk mengetahui apa yang diketahui dan yang
tidak diketahui. (Costa, A.L ,1985), berpikir tentang berpikir atau belajar
bagaimana belajar (Blakey & Spence, 1990; Livington, 1997), proses berpikir
tentang berpikir mereka sendiri dalam rangka membangun strategi untuk
memecahkan masalah (O Neil&Brown,1997), berhubungan dengan berpikir
tentangberpikirmereka sendiri dan kemampuanmerekamenggunakan strategistrategi
belajar tertentu dengan tepat (Mohamad N, 2000).
Pengetahuan metakognisi merujuk pada pengetahuan umum tentang bagaimana
seseorang belajar dan memproses informasi, seperti pengetahuan seseorang
tentang proses belajarnya sendiri. mengemukakan bahwa pengetahuan
metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum, seperti
kesadaran-diri dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri (Anderson &
Volume 12 Nomor 1 Januari - Juni 2009
128
Krathwohl, 2001). Sedangkan pengetahuan tentang kognitif terdiri dari
informasi dan pemahaman yang dimiliki seseorang siswa tentang proses
berpikirnya sendiri di samping pengetahuan tentang berbagai strategi belajar
untuk digunakan dalam situasi pembelajaran tertentu (Mohamad N, 2000)
Desoete (2001) menyatakan bahwa metakognisi memiliki tiga komponen pada
penyelesaian masalah matematika dalam pembelajaran, yaitu: (a) pengetahuan
metakognitif, (b) keterampilan metakognitif, dan (c) kepercayaan metakognitif.
Pengetahuan metakognitif mengacu kepada pengetahuan deklaratif,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang pada
penyelesaian masalah (Veenman, 2006; Brown & DeLoache, 1978).
Keterampilan metakognitif mengacu kepada keterampilan prediksi,
keterampilan perencanaan, keterampilan monitroring, dan keterampilan evaluasi
Keiichi (2000) dalam penelitiannya tentang metakognisi menghasilkan beberapa
temuan, yakni: (a) metakognisi memainkan peranan penting dalam
menyelesaikan masalah; (b) siswa lebih terampil memecahkan masalah jika
mereka memiliki pengetahuan metakognisi; (c) dalam kerangka kerja
menyelesaikan masalah, guru sering menekankan strategi khusus untuk
memecahkan masalah dan kurang memperhatikan ciri penting aktivitas
menyelesaikan masalah lainnya; (d) Guru mengungkapkan secara mengesankan
beberapa pencapaian lebih pada tingkatan menengah di sekolah dasar di mana
hal-hal tersebut penting dalam penalaran dan strategi problem posing.
MANFAAT METAKOGNISI DALAM PEMBELAJARAN
Strategi metakognisi melibatkan proses merancang, mengawal dan memantau
proses pelaksanaan serta menilai setiap tindakan yang diambil mempunyai
peranan yang amat penting dalam proses pembelajaran, antaranya adalah:
Membantu Penyelesaian Masalah Secara Efektif
Strategi metakognisi dapat membantu pelajar untuk menyelesaikan permasalahan
melalui perancangan secara efektif (Davidson, et al.1996), melibatkan proses
mengetahui masalah, memahami masalah yang perlu dicari solusinya dan
memahami strategi yang efektif untuk menyelesaikannya. Proses tersebut
meliputi prosesmemahami permasalahan secaramenyeluruh,menterjemahkan
pernyataan masalah kepada bagian yang lebih mudah difahami, menetapkan
tujuan dan memilih tujuan yang telah diterjemahkan, memilih prinsip dan fakta
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan memperhatikan setiap jawaban
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Lesson Study Berbasis Metakognisi
129
yang dikemukakan (Lee dan Fensham, 1996).
Membantu Menyusun Konsep Yang Tepat
Keberadaan berbagai kerangka alternatif menyebabkan siswa perlu berupaya
untuk merancang, memantau dan menilai setiap konsep yang disusun agar
sesuai dengan konsep yang sebenarnya. Hal ini melibatkan strategi metakognitif
dalam proses pembelajaran seperti menyadari keberadaan kerangka alternatif,
membandingkan kerangka alternatif dan konsep saintifik dan menukar kerangka
alternatif kepada konsep saintifik (Gunstone, 1995).
Memecahkan setiap konsep yang dipelajari dari sesuatu yang kompleks kepada
subkonsep yang lebih mudah, menghubungkan pengetahuan sebelumnya
terhadap konsep yang dipelajari, mengetahui teori dan prinsip yang diperlukan
untuk memahami setiap konsep yang dipelajari, menggunakan teori tersebut
dan menilai konsep yang dipelajari untuk diaplikasikan dalam situasi yang baru
merupakan strategi metakognitif yang amat diperlukan siswa untuk menyusun
konsep dengan tepat (Georghiades, 2000).
PEMBELAJARAN MELALUI LESSON STUDY BERBASIS
METAKOGNISI
Dalam implementasi lesson study terdiri atas 3 tahap, yaitu: (a). merencanakan
pembelajaran dengan penggalian akademis pada topik dan alat-alat
pembelajaran yang digunakan (plan), (b) melaksanakan pembelajaran yang
mengacu pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang disediakan, serta
memberi kesempatan rekan-rekan sejawat untuk mengamati (do), (c)
melaksanakan refleksimelalui berbagai pendapat atau tanggapan serta diskusi
bersama pengamat (see). Kolaborasi yang dapat dilakukan adalah pada saat
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognitif.
Uraian tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut.
Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada di kelas yang
akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif
pemecahannya. Identifikasi masalah dalam rangka perencanaan pemecahan
masalah tersebut berkaitan dengan pokok bahasan yang relevan dengan kelas
dan jadwal pelajaran, karakteristik siswa dan suasana kelas, metode
pembelajaran, media, alat peraga, dan evaluasi proses dan hasil belajar.
Volume 12 Nomor 1 Januari - Juni 2009
130
Dari hasil identifikasi tersebut didiskusikan tentang pemilihan materi
pembelajaran, pemilihan metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah
pendekatan metakognitif. Hal yang penting untuk didiskusikan adalah
penyusunan lembar pengamatan, terutama penentuan aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam suatu proses pembelajaran dan indikator-indikatornya,
terutama dilihat dari segi tingkah laku siswa. Aspek-aspek proses pembelajaran
dan indikator-indikator itu disusun berdasarkan perangkat pembelajaran yang
dibuat serta kompetensi dasar yang ditetapkan untuk dimiliki siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran.
Selanjutnya disusun perangkat pembelajaran yaitu, rencana pembelajaran,
petunjuk pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja siswa, media pembelajaran,
instrumen penilaian proses dan hasil pembelajara dan lembar observasi
pembelajaran.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini seorang guru yang telah disepakati, melakukan implementasi
rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun tersebut, di kelas. Pakar
dan guru lain melakukan observasi dengan menggunakan lembar pengamatan
yang telah dipersiapkan dan perangkat lain yang diperlukan. Para pengamat
mencatat hal-hal positif dan negatif dalam proses pembelajaran, terutama
dilihat dari segi tingkah laku siswa. Jika memungkinkan, dilakukan rekaman
video yang dapat mengabadikan kejadian-kejadian khusus (pada guru atau
siswa) selama pelaksanaan pembelajaran. Hasil rekaman ini berguna sebagai
bukti autentik kejadian-kejadian yang perlu didiskusikan dalam tahap refleksi
atau pada seminar hasil lesson study, di samping itu dapat digunakan sebagai
bahan diseminasi kepada khalayak yang lebih luas.
Pendekatan metakogniti dalam pembelajaran terdiri dari 3 aktivitas, yaitu (a)
proses merencanakan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengetahui apa yang akan dipelajari, menyediakan diri secara fisik dan mental,
membuat perencanaan untukmendapatkan suatu permaslahan yang dipelajari,
(b) proses memantau, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan kepada dirinya sendiri, apakah manfaat yang diperoleh dengan
mempelajari materi pelajaran ini, apa yang dapat saya peroleh dengan
mempelajari materi pelajaran ini, bagaimana saya dapat memahami dan
menguasai materi pelajaran ini, adakah saya dapat memahami atau tidak dapat
memahami materi pelajaran ini, (c) proses menilai, guru memberkan kesempatan
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Lesson Study Berbasis Metakognisi
131
kepada sisw untuk menanyakan kepada dirinya, bagaimana suatu pengetahuan
dapat saya pahami, mengapakah saya merasa sukar atau mudah mengausi
materi pelajaran, adakah tindakan yang harus yang ambil. Dengan melaksanakan
ketiga tahapan tersebut guru dapat membawa siswa untuk dapat memikirkan
strategi yang lebih sesuai dalam menguasai materi pelajaran.
Tahap Refleksi
Pada tahap refleksi ini, guru yang tampil dan para pengamat serta pakar
mengadakan diskusi tentang pembelajaran yang baru saja dilakukan. Diskusi
yang dilakukan membahas dan mengkaji proses pembelajaran yang sudah
dilkasanakan yang didasarkan kepada catatan pengamat serta rekaman yang
dilakukan untuk mencari kelebihan dan kelemahan proses pembelajaran yang
dilakukan. Kelebihan atau kebaikan yang didapati dapati dijadikan diteruskan
dalam pelaksanaan, sedangkan kelemahan yang ditemui dicari solusinya agar
proses pembelajaran berjalan secara efektif. Paparan di atas dapat diringkas
sebagaimana gambar berikut:
Pelaksanaan kegiatan lesson study mencakup tiga tahap kegiatan, yaitu
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dan refleksi terhadap perencanaan dan
implementasi pembelajaran tersebut untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut: (a) merencanakan pelajaran melalui
Perencanaan
Pelaksanaan
Refleksi
Proses Metakognisi
Merancang Memantau Menilai
PELAKSANAAN PROSES METAKOGNISI
PELAKSANAAN LESSON STUDY
Gambar 1. Kerangka Konseptual melalui Lesson Study Berbasis Metakognitif
Volume 12 Nomor 1 Januari - Juni 2009
132
eksplorasi akademik terhadap materi ajar dan alat-alat pelajaran; (b) melakukan
pembelajaran berdasarkan rencana dan alat-alat pelajaran yang dibuat, memberi
kesempatan teman sejawat untuk mengobservasi; (c) melakukan refleksi
terhadap pelajaran melalui tukar pandangan, ulasan, dan diskusi dengan para
pengamat. Dalam implementasi program dilakukan monitoring dan evaluasi
sehingga akan diketahui efektivitas, efisiensi dan pendapat pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya.
Sedangkan pelaksanaan proses metakognisi adalah sebagai berikut :(a) proses
merancang, dalam kegiatan ini siswa: meramal apa yang akan dipelajari, bagaimana
pelajaran yang dihadapi itu dipahami dan kesan yang akan diperoleh apabila
pelajaran itu dipelajari, menyediakan diri secara fisik, mental dan psikologi,
membuat perencanaan dari waktu ke waktu untuk mendapat sesuatu hasil
dari materi pelajaran yang dipelajari. (b) proses memantau, dalam proses
pembelajaran siswa perlu bertanya pada diri sendiri dari waktu ke waktu
tentang: adakah ini membawa manfaat kepada saya? apakah permasalahan
yang dapat saya ajukan? mengapakah saya tidak memahami materi pelajaran
ini? bagaimanakah masalah ini dapat dijelaskan? (c) proses menilai, dalam kegiatan
ini siswa membuat refleksi, apakah tindakan perubahan yang harus saya ambil?
mengapa saya sukar/mudah menguasai? bagaimana sesuatu keterampilan, nilai
dan pengetahuan dapat saya dikuasai?. Dengan pengetahuan ini siswa dapat
memikirkan strategi yang lebih sesuai untuk menguasai materi pelajaran.
PENUTUP
Lesson study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar Tahap
pelaksanaan lesson sudy meliputi perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Pada
tahap pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan metakognisi yang
mengarahkan dan membantu siswa untuk memahami dan mengetahui apa
yang telah dipahami dan mana yang belum dipahami menjadikan kegiatan
pembelajaran menjadi lebih efektif. Kegiatan pembelajaran melalui lesson study
berbasis metakognisi menjadikan guru dapat mengetahui dan menyadari
kelebihan yang dilakukan dalam pembelajaran serta menutup kelemahan dalam
pelaksanannya, demikian juga siswa dapat menyadari materi yang belum
diketahui dan materi yang sudah dipahaminya. Jika guru dapat menyadari dan
memahami kegiatan pembelajaran yang dilakukannya, demikian juga siswa
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Lesson Study Berbasis Metakognisi
133
menyadari pemahaman terhadap materi pelajaran yang dipelajarinya, maka
kualitas pembelajaran menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Akihito T & Makoto Y (2004). Ideas For Establishing Lesson Study
Communities. Teachingchildren mathematics. 436-443
Akihito T et.al (2006). Developing Good Mathematics Teaching Practice
Through Lesson Study AU: S Perspectivei Tsukuba Journal of
educational study in mathematics Vol 25.
Alexander, J., Fabricius, W., Fleming, V., Zwahr, M., & Brown, S. (2003). The
development of metacognitive causal explanations, Learning and
Individual Differences, 13, 227-238.
Andrew C. B (2008) Correcting a Metacognitive Error: Feedback Increases
Retention of Low Confidence Correct ResponsesJournal of
Experimental Psychology:Learning, Memory, andCognition 2008, Vol. 34,
No. 4, 918 928
Ari Widodo dkk (2006). Peranan Lesson Study dalam Peningkatan Kemampuan
MengajarMahasiswa Calon Guru, Bandung: UPI
Catherine L (2000). Lesson Study: The CoreOf Japanese Professional Development
Oakland : Education Department Mills College
Catherine L (2002) Lesson Study: Have A Futurein The United State Oakland :
Education Department Mills College
Claudia A G (2005) Integrating Metacognition Instruction in Interactive
Learning Environments, Unpublished Thesis Ph D. University of
Sussex
Costa, A.L., (1985). Development Mind: A Resource Book for Teaching Thinking.
Alexandria: ASCD.
Dedi S. (2003). Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangannya sejak
Zaman Kolonial hingga Reformasi. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Dirjen Dikdasmen Direktorat Tenaga Kependidikan.
Dikti (2008). PanduanPenyusunanProposal:ProgramPerluasan danPenguatanLesson
Study di LPTK, Jakarta : Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti
Depdiknas
Volume 12 Nomor 1 Januari - Juni 2009
134
Fernadez-Duque, D., Baird, J., & Posner, M. (2000). Awareness and
Metacognition, Consciousnesand Cognition, 9, 324-326.
Fernandez, C and Yoshida, M (2004). Lesson Study A Japanese A pproach to
Improving Mathematics Teaching and Learning, London: Lawrence
Eelbaum Associted Publisher
Flavell, J. (1976). Metacognitive aspects of problem solving. In L. Resnick
(Ed), In the natrure of intelligence (on line). Available: http:/ /
www.library.www.edu/ cbl/ ray / flavell%20metacognition-
1976.htm.
Flavell, J. (1979). Metacognition and cognitive monitoring, American Psychologist,
34,906-911.
Flavell, J. (1999).Cognitive development: childrens knowledge about themind,
A nnual review of psychology ( o n l i n e ) . Available:http:/ /
www.findarticles.com/ cf_dls/ m0961/ 1999_Annual/ 54442292/
p1/article.html.
Fortunato, I., Hecht, D., Tittle, C., & Alvarez, L. (1991). Metacognition and
problem solving, ArithmeticTeacher, 39(4), 38-40.
Garofalo, J., & Lester, F. (1985). Metacognition, cognitive monitoring and
mathematicalperformance. Journal forResearchinMathematicsEducation,
16(3), 163-176.
Kevin C (1997) Strategy Discovery as a Competitive Negotiation between
Metacognitive and Associative Mechanisms, Developmental Review, 17,
462 489
Lanore DG (2008). Lesson study: implication of collaboration beetwen education specialist
and general education teachers, Thesis unpublished The Humboldt State
University
Lewis, C (2002). Lesson Study: A Handbook of Teacher-led Instructional Change,
Philadelphia: Research forBetter School
Lim C S (2003). Lesson Study Enhancing Teacher s Language Proficiency
Through Collaborative Process. ELTC ETeMS Converence 2003:
Managingcurricular change2-4December2003. Universiti Sains Malaysia
Michael l A (2006) The metacognitive loop I: Enhancing reinforcement learning
with metacognitive monitoring and control for improved
perturbation tolerance Journal of Experimental andTheoretical Artificial
IntelligenceVol. 18, No. 3, 387 411
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Lesson Study Berbasis Metakognisi
135
Paul S (1997), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, Yogyakarta : Kanisius
Richard E.M (1998) Cognitive, metacognitive, and motivational aspects of
problem solving Instructional Science 26: 49 63
Schraw, G. & Sperling Dennison, R. (1994). Assessing metacognitive
awareness, Contemporary Educational Psychology, 19, 460-470.
Schraw, G. (1998). Promoting general metacognitive awareness, Instructional
Science,26, 113- 125.
Schraw, G. (2000). Issues in themeasurement of metacognition. Lincoln NE: Buros
Institute of MentalMesaurements and Erlbaum Associates.
Sperling, R., H , B. & Staley, R. (2004) Metacognition and Self-regulated Learning
Constructs, Educational Research and Evaluation, 10 (2), 117-139.
Sukirman (2009). Upaya Meningkatkan Mutu Perkuliahan pada Pergurun Tinggi
melalui Lesson Study, Proseeding Seminar Nasioanl Aljabar, Pengajaran
dan Terapannya, Yogyakarta: UNY
Sumar H, dkk (2006). Lesson Study Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesonalan
Pendidik (Pengalaman IMTEP-JICA), Bandung: UPI PRESS
Swanson, H.L. (1990) Influence of Metacognitive Knowledge and Aptitude
on Problem Solving, Journal of Educational Psychology. 82(2):306-314
Topcu, A.,& Ubuz, B. (2008). The Effects of Metacognitive Knowledge on
the Pre-service Teachers Participation in the Asynchronous Online
Forum. Educational Technology& Society, 11 (3), 1-12
Wilson (1999).Defining metacognition: A Step towords recognising
metacognitionas a worthwhile pert of the curriculum. Kertas kerja
yangdibentangkandi seminarAARE Melbourne http//:www,aare.edu.au/
99pap/ wil99527.htm
Xiaodong L (2001) Designing Metacognitive Activities, ETR&D, Vol. 49,
No. 2, pp. 23 40
Yoshida, M (1999). Lesson Study: A Case of a Japanese A pproach to Improving
InstructionThroughSchoolbasedTeacherDevelopment, Chicago: University
of Chicago
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.